Kita adalah dua garis paralel yang terluka, Berlari di atas rel yang berkarat, Menuju stasiun yang sudah lama tutup. Di punggungmu, ada beban benang kusut yang tak kau pilih, Di punggungku, ada jangkar yang menyeret ke dasar laut.
Aku ingin menjadi oksigen di ruang hampa dadamu, Tapi kita terpisah oleh tembok kaca tebal, Yang dibangun dari sisa-sisa sumpah yang mulai retak. Aku melihatmu tenggelam, Dan aku hanya bisa mengulurkan tangan yang terpasung.
Rindu ini adalah anomali, Bunga liar yang tumbuh di antara beton dan besi. Ia tidak meminta air, ia hanya meminta udara. Namun kita dilarang bernapas di satu atmosfer yang sama. Kita hanya boleh saling merasa, Lewat getaran tanah yang sama-sama rapuh.