Di rumahku, hening adalah teriakan yang panjang. Di rumahmu, gaduh adalah sepi yang menyamar. Kita adalah dua cangkir yang retak isinya, Menampung anggur pahit setiap malam.
Ada frekuensi ganjil yang menyusup ke kepalaku, Sinyal darurat dari matamu yang jauh. Ingin kuretas jarak itu, Menjadi jarum yang menjahit sobekan di layarmu. Tapi kemudiku sudah dikunci ke arah utara, Sementara kau hanyut ke selatan.
Rindu ini menjadi hantu tanpa kaki, Melayang menembus dinding, duduk di tepi ranjangmu. Ia ingin menyeka debu di wajahmu, Tapi sadar ia tak punya wujud, Hanya uap panas yang lahir dari dinginnya sebuah ikatan. Kita ada, tapi dilarang menjadi "kita".